Beberapa remaja yang punya kelakuan overacting di sekolah atau di kampus sering datang dari keluarga yang kurang sehat. Tetapi selalu juga menjadi kambing hitam remaja untuk punya perilaku miring. Kasar, bebas, semau gue. Bisa juga jadi super pendiam dan misterius, tertutup. Seperti apa sih sebetulnya perasaan para remaja tadi. Dalam buku ‘The Divorce Helpbook for Teens” yang dikarang oleh Cynthia MacGregor diungkapkan bagaimana kiat-kiat remaja di California menghadapi perceraian orangtuanya. Tetapi dalam buku itu penulis tidak menyelam lebih dalam perasaan luka, sepi, merasa terabaikan, rasa terasing dan marah yang harus ditekan sedalam-dalamnya. Kenyataannya, perasaan tadi akhirnya berbaur menjelma suatu sikap yang bermacam-macam. Bisa menjadi perfeksionis atau malah serampangan dan seenaknya. Anak-anak yang dibesarkan dengan perasaan tidak puas, tentu harus kerja keras mengatasi perasaan galaunya agar tetap terlihat normal seperti teman-teman yang lain.
Dalam buku yang lain dan telah menjadi best seller , berjudul ‘A Child Called “It” yang ditulis berdasarkan kisah nyata Dave Pelzer. Peristiwa dahsyat yang dialami Dave, membuat buku itu menjadi lebih kuat karena dialami langsung oleh pengarangnya sehingga tidak terkesan kering makna. Perjalanan panjang seorang anak mencari kehangatan cinta keluarga. Walaupun telah disakiti ibunya sedemikian rupa secara fisik dan emosional, David tetap mampu bertahanan dan sukses sebagai pilot Angkatan Udara dan oleh karena prestasi-prestasinya, ia mendapat penghargaan dari dua Presiden Amerika dan menerima penghargaan TOYA (Ten Outstanding Young American).
Seandainya anak kita atau keponakan atau siapa saja yang ada disekitar kita sebagai korban perceraian. Apa yang bisa kita lakukan? Mungkin tahap awal adalah memberi pemahaman bahwa orangtua mereka adalah manusia biasa yang dapat membuat kesalahan. Juga menerima bahwa justru apabila mereka bersama, maka keadaan akan lebih buruk jika mereka bertengkar terus menerus dihadapan anak. Juga memberi pemahaman bahwa apapun di dunia ini yang terjadi, kita sebagai manusia adalah individu yang tetap harus hidup, tumbuh dan bertahan. Orangtua hanyalah orang yang diamanahkan untuk menjaga kita sampai mandiri. Tetapi bisa saja, untuk orang tertentu amanah menjaga kita adalah oranglain, bisa nenek, tante atau orangtua tunggal atau orangtua asuh. Perasaan anak-anak akan semakin sensitif kalau umurnya semakin bertambah, terutama setelah mereka remaja. Banyak pertanyaan yang sebaiknya dipersiapkan oleh orangtua. Kadang-kadang mereka menanyakan kenapa sampai orangtua bercerai. Kenapa tidak sabar. Kenapa membuat keputusan egois yang merugikan dirinya. Seringkali jawaban orangtua berlainan. Malahan masing-masing membela diri, bahwa dialah sebenarnya korban dari sikap ayah atau ibunya sehingga terjadi perceraian. Yang jelas, anak tidak pernah suka jika seorang ibu menghina, memojokkan atau menyalahkan ayahnya, terutama dihadapan oranglain, begitu juga sebaliknya. Sikap positif dan dukungan orangtua sangat diperlukan untuk membantu anak agar mamandang dunia ini tidak dengan sinis dan permusuhan. Wallahua’lam.
Selasa, 03 Februari 2009
Remaja Korban Perceraian
Posted by susi at Selasa, Februari 03, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar