“ Ibu, kok banyak yang jual bendera, kantor ayah juga dipasang bendera warna-warni? Tanya salah seorang siswa TK pada gurunya di kelas. “Khan sebentar lagi hari kemerdekaan” jawab gurunya sambil mengisi buku komunikasi untuk orangtua “ KEmerdekaan apa sih bu?” tanyanya lagi. “Kemerdekaaan itu khan setiap tgl 17 Agustus, nah waktu itu kita sudah tidak dikuasi lagi oleh bangsa lain, kita sudah bebas mengatur Negara kita, adek tau nggak Negara kita apa namanya ?” jawab guru sambil merangkul siswanya ke luar kelas karena sudah dijemput. “Indonesia, kan bu” Ya saying, assalamualikum” Jawab gurunya sambil bersalaman sebelum berpisah.
Mungkinarti kemerdekaan memang amsih misterius bagi setiap anak. Tapi mereka melihat di jalan-jalan semua orang sibuk menghias kantor masing-masing. Setiap tahun mereka mungkin masih ingat bahwa setiap menjelang tanggal 17 agsutus kota mereka berubah menjadi cantik. Lalu intinya ‘kenapa’. Anak-anak memang sudah dibiasakan sejak awal, setiap melihat sesuatu mereka tidak paham kita pancing dengan fakta-fakta, lalu mereka akan menanyakan mengapa dan bagaimana ? Kata menagpa dan abgaimana akan merangsang Kemampuan analisa anak. Pertama ‘mengapa’ hari kemerdekaan dirayakan dengan menghias kota, kantor-kantor, ada penanggung besar di tengah jalan lalu ‘bagaimana sebenarnya hari kemerdekaan itu’. Tentu saja jawaban kita sesuai dengan kadar pemahaman mereka atau sesuai dengan usia mereka.
Tetapi harus diwaspadai bahwa nilai-nilai yang kita berikan terhadap sesuatu ungkapan rasa syukur tidak dengan jawaban ‘biasanya memang terjadi demikian’. Hal ini akan mematikan kreativitas. Misalnya, ‘Ibu, apakah kalu kita merayakan dan bersyukur itu berarti makan bersama, lalu bernyanyi kemudian ditutup dengan do’a?”, atau pertanyaan, “Ibu, setiap perayaan di kota apakah orang-orang menyanyi di jalanan ?” sewaktu dia melihat di teve orang-orang ikut bergoyang dengan penyanyi dangdut kemudian acara ditutup dengan do’a. Jika nilai-nilai disekitar menetapkan standar ‘rasa syukur’ yang nyaris tidak ada nilai pendidikan. Kita juga harus bijak menjawabnya agar dia tidak binggung. Beberapa kali saya sengaja mengajak anak-anak melihat praktek ayahnya setelah shalat Isya. Atau setiap sabtu saya bawa mereka melihat kesibukan saya di kantor. Tujuannya, mendapatkan pemahaman bahwa sesuatu dapat diperoleh setelah kita bekerja keras kemudian berdo’a dan emnsyukuri nikamt Allah SWT dengan menghargai, memelihara semua yang kita miliki, tidak mubazir serta mau berbagi dengan orang lain.
Sebagai makhluk berakal, hati-hati dengan penanaman nilai-nilai yang seperti dianggap bakau karena sudah dilakukan turun temurun padahal banyak efisiensi bisa dilakukan. Kalau memang kita sering menunjukkan keprihatinan itu dengan tindakan nyata, misalnya gaya hidup yang wajar, membantu anak-anak pintar dari keluarga miskin dsb. Jika kita terus emnerus mengadakan pesta dan boros, saya khawatir anak-anak akan pecah pribadinya atau split personality, karena nilai yang ditanam tidak sesuai dengan kenyataan yang dilakukan. Atau anak-anak bisa menyangka orangtuanya yang split personality. Berkepribadian ganda. Ada gangguan alur berfikir. Wallahu’alam.
Jumat, 06 Februari 2009
ORANGTUA BERKEPRIBADIAN GANDA
Posted by susi at Jumat, Februari 06, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar