Janganlah mengambil ilmu pengetahuan,
Kecuali dari para cendekiawan.
Dengan ilmu pengetahuan kita dapat hidup,
Dengan jiwa raga kita menebusnya. (Abdullah Nashih Ulwan)
Rangkaian kenangan yang dirajut oleh manusia yang terlibat membentuk sebuah jiwa anak - apakah ia akan rapuh atau kokoh. Hasil interview sebuah majalah keluarga pada beberapa manusia dewasa yang dibesarkan dalam keluarga yang terpecah, ternyata mereka tidak pernah atau sangat jarang mampu menikmati bahagia yang utuh. Ada satu ruang dalam dirinya yang tidak bisa dimengerti, atau sangat sulit dijelaskan. Kenapa lara itu selalu hadir. Bahkan setelah anak-anak itu dewasa dan saat ini sedang berada pada karir yang bagus dan memiliki keluarga yang baik. Tetapi hal yang menarik justru terjadi, anak-anak yang banyak mengalami fase badai dalam perkembangannya mempunyai kemampuan survival yang tinggi dibandingkan anak-anak yang hidupnya aman dan nyaman. Terutama mereka yang ‘brokenhome’ tetapi mampu menyelesaikan pendidikan sampai sarjana.
Dalam diri setiap manusia telah dikaruniai suatu pertahanan terhadap penyakit fisik dan jiwa. Antibodi selalu memberikan reaksi serangan terhadap antigen atau kuman yang masuk ke tubuh. Tubuh mempunyai mekanisme yang luar biasa. Tetapi jiwa, sebagaimana juga tubuh, walaupun terdapat suatu mekanisme pertahanan ego agar jiwanya tetap kokoh, tetapi ada batasan-batasan yang mampu dihadapinya.
Apakah kita pernah mempersiapkan anak-anak menghadapi kegagalan, kalah, sunyi, kehilangan dan stimulus negatif jiwa lainnya? Sehingga menjadi tegar seperti menara-menara perkasa. Situasi negatif yang tidak pernah diperkenalkan sebelumnya, baik secara teori atupun praktek akan membuat kita memiliki anak yang rapuh dan amat penuh dengan laranya sendiri. Terutama di saat dia menghadapi fase badai dalam kehidupan.
Siapakah yang menolong jiwa anak-anak kita seandainya selama ini senantiasa menerima stimulus positif akibat sikap overprotective atau melindungi berlebihan orangtua? Stimulus positif atau dunia super aman dan nyaman yang diberikan akan membunuh kreativitas manajemen krisis saat menghadapi cobaan.Bagaimana seandainya anak-anak mempunyai orangtua yang tidak mengetahui konsep-konsep dasar pendidikan anak. Orang yang tidak mempunyai sesuatu, bagaimana ia akan memberi sesuatu kepada orang lain? Bagaimana mungkin lampu tak berminyak akan menerangi sekitarnya. Betapa banyak orangtua berbuat aniaya terhadap anak-anaknya karena mereka kosong dari pengetahuan pokok-pokok pendidikan.
Dr. Yusuf Al-Qordhowi mengungkapkan ilmu mempunyai satu jenis kelebihan, yaitu jika seorang hamba sudah bisa menyempurnakan keyakinan, maka cobaan yang menimpanya tidak berbeda dengan nikmat. Cobaan tetaplah cobaan. Jiwa akan bekerja mengenyahkan kesedihan. Dengan ilmu, maka semua rasa sakit, perih, lara yang menyertai akan lenyap, berubah menjadi cinta. Wallahu’alam.
Selasa, 03 Februari 2009
Ia Amat Penuh Dengan Laranya Sendiri
Posted by susi at Selasa, Februari 03, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar