Usia manusia adalah kehidupan yang dilaluinya sejak lahir.
Usia manusia adalah kumpulan waktu
sejak keluar dari rahim ibu
hingga nafas berpisah dengan jasad
Waktu adalah kehidupan
Khozin Abu Faqih
Dalam buku David Schwartz dikatakan, lebih baik memberi tugas pada orang yang sibuk. Orang sibuk cenderung lebih sistematis dan bisa mengatur waktu. Tetapi orang yang terbiasa banyak waktu luang, terutama yang diamnya tidak berfikir maka orang tersebut ada kesulitan menyelesaikan tangungjawabnya secara sistematis. Merasa sangat sibuk tetapi kurang ada keteraturan berfikir terstruktur. Lalu bagaimana seandainya pada keadaan yang sangat sulit seperti saat ini. Harga bensin naik, diikuti harga semuanya. Bagaimana untuk ‘survive’? Apakah pernah seorang ibu curhat sambil demo karena tidak cukup uang belanja, bayar SPP, bayar rekening dsb? Semua rasa gundah dan cemas sudah tidak berarti apa-apa lagi. Yang jelas spesies yang kuat sajalah yang bertahan di Indonesia ini kalau tidak mau jadi gembel atau gelandangan. Seluruh beban derita yang semakin berat ini tetap harus ditanggung dan diatasi. Mau ngantri minyak tanah, tidak masalah, mau menghirup asap tebal, tidak apa-apa, mau dinaikkan ongkos angkot, pasrah aja, mau dinaikkan seluruh kebutuhan pokok, setuju-setuju lah. Seperti manusia apatis. Tak berasa .Tak bergeming. Sepedih apapun stimulus yang datang, tetap disambut dengan hati lapang. Sifat sabar mempunyai ruangan yang sangat besar di dalam setiap relung jiwa ibu-ibu yang ada di Indonesia. Mereka bagaikan pahlawan yang gagah menghadapi lawan berupa kemiskinan , kelelahan fisik dan emosi. Selagi jasad ini diberi jiwa, ibu-ibu di Indonesia tidak akan menyia-nyiakan energi yang ada dalam dirinya untk tetap menjaga seluruh anggota keluarga mempunyai nafas dan kehidupan. Darah yang mengalir di tubuhnya, oksigen yang dihirupnya, sel-sel saraf yang terus berfikir, tidak akan membuatnya lelah. Life must go on. Que sera-sera, whatever will be will be. Hidup harus tetap berjalan. Apapun yang terjadi, terjadilah.
Kalau setiap ibu sibuk dan tegang dengan berfikir terus menerus untuk ‘survive’, kemudian menjadi ibu bengis yang eksplosif meledak-ledak. Cemas beras habis, cemas kontrakan habis, cemas tidak bisa bayar ini itu. Ada sejuta cemas. Tidak ada lagi uang yang mau dibagi dan dialokasikan. Betul-betul habis. Ludes dipertengahan bulan. Apakah ibu-ibu dengan suasana hati seperti ini yang akan mendidik anak-anak bangsa? Apakah ibu yang seperti ini bisa mengantarkan anak-anaknya jadi manusia bijaksana? Atau yang diwarisi hanyalah anak-anak kurang gizi yang jiwanya sakit karena sering dihardik tanpa sebab. Padahal sang Ibu sedang menghardik dan sangat membenci dengan segenap hatinya seorang musuh besar yang bernama KEMISKINAN. Wallahua’lam.
Selasa, 03 Februari 2009
Ibu-ibu Indonesia yang Perkasa
Posted by susi at Selasa, Februari 03, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar