Semangat itu laksana matahari yang mengatakan cintanya,
Dan purnama yang mengukirkan huruf-huruf dalam cahanya
DR. ’AIDH al-Qarni
“Mohon Maaf, bisa ibu menunggu 5 menit lagi?” begitu yang dikatakan salah satu karyawan toko buku sewaktu ditanyakan salah satu judul buku. Tak lama kemudian,ia membawa saya ke salah satu rak buku yang berisi buku-buku marketing. Sambil matanya mencari ke bagian atas rak. Tiba-tiba matanya berbinar senang karena telah menemukan buku yang saya maksud. Lega sekali menemukan buku baru yang sudah diimpi-impikan.
Beberapa hari setelah itu, salah satu team marketing Hermawan Kertajaya datang memberikan materi ’service excellence’ untuk para karyawan Paviliun Rumah Sakit Ibu dan Anak Zainab. Sejak selesai pelatihan, kata-kata yang paling sering terdengar dari para staf adalah kata ’maaf’. ”Maaf ibu, apa yang bisa saya bantu?” atau mengatakan ”Maaf, saya mau makan siang dulu” . Ada juga yang mengatakan ”mohon maaf pak, ruangan ini hanya untuk staf”. Saya jadi bingung dengan banjirnya kata ’maaf’. Mungkin karena telinga melayu ini tidak biasa dengan kesantunan yang lembut. Sewaktu ke Surabaya, porlep yang menawarkan diri di bandara juga mengejutkan dengan kata-kata ’maaf bu, tasnya bisa saya bawakan?’. Saya juga jadi penasaran mempraktekkan service execellence untuk anak-anak di rumah. Kalau mereka berlama-lama sarapan, dan hampir terlambat, saya juga mengatakan ”mohon maaf, bisa dipercepat sarapannya? Sudah hampir jam 7 pagi” lalu saya katakan lagi sewaktu mereka mau tidur ’mohon maaf, sudah jam 9, susu belum diminum dan belum shalat isya, bisa kita selesaikan kegiatannya?’. Kedua anak saya menunjukkan ekspresi heran dan aneh. Biasanya ada kata-kata ’ibu hitung sampai 20, susu sudah selesai diminum!’.
Susah juga membiasakan kata ’maaf’ di awal kalimat. Tapi oke juga dipraktekkan untuk terapi tempramen keras saya yang penuh dengan deadline dan target. Rasanya seperti menjadi orang lain. Kalau memang sarang ibu-ibu adalah rumahnya, kenapa ’service excelence’ hanya dilakukan di kantor dan hanya untuk customer (pelanggan). Lebih asyikkan, kalau dipraktekkan dengan orang-orang yang jelas-jelas memberikan kontribusi masuk surga, misalnya ke suami dan anak-anak. Mereka juga ‘my best customer’. Amanah tertinggi. Sepertinya ’service excelence’ di rumah malah membuat semuanya nyaman. Karena penekanannya ’for your own good’, untuk kebaikannya sendiri. Jadi lebih mudah untuk membentuk kebiasaan kalau awalnya dari diri angota keluarga. Tidak pakai cara ngebos lagi, ‘you have to do this, you have to do that’.
Dalam acara ‘Pelayanan Prima’ untuk keluarga bahagia menjadi tema materi untuk ibu-ibu di Kantor Walikota juga minggu lalu. Tetapi lebih banyak mengenai komunikasi dan pelayanan seksual yang prima untuk suami. Saya dan teman-teman dokter sebagai pemateri juga mencoba untuk beorientasi pada pendengar atau audiens. Tidak menggurui dan jadi si maha tahu. Tentusaja sulit untuk memberikan pelayanan terbaik bagi para suami saat hati dilanda stres, kehilangan romantisme karena rutinitas dan penghasilan melampaui sang suami. Hanya saja service excelence untuk keluarga bukan orientasi pada meningkatnya pendapatan perusahaan, tetapi lebih pada keinginan membahagiakan orang lain. Apalagi dalam keluarga, cinta dan service excelencenya berbuah surga. Wallahua’lam.
FASE
Surat ibu, tanggal 20 November 2003
Nanda.... ibu tak bisa mendampingimu saat kau tumbuh. Skenario perjalanan keluarga ini untuk bersatu hanya dalam waktu singkat. Mungkin perkawinan ini hanya media untuk melahirkan 2 pahlawan ibu. Nanda dan kakakmu. Dari ibu.
Nanda tersenyum. Pahlawan? Inginnya Nanda menjadi pahlawan. Ibu mungkin benar. Karena meratapi sesuatu yang terjadi dan menuding salah orang lain sama sekali tidak berguna. Setelah dia menjadi dewasa seperti saat ini, nanda baru menyadari, ibu semakin tua. Jadi lebih bijak. Padahal dulu, dia sering merasa orang paling malang di dunia. Sehingga Nanda menjadi bosan dengan kalimat-kalimat ibu yang selalu menggambarkan ayahnya seperti monster tak berperasaan. Akibatnya setiap bertemu ayah, Nanda sering berkhayal, ayah mempunyai taring seperti drakula, suka menghisap darah. Tetapi cepat-cepat ditepisnya, tidak sopan.
Surat ibu, tanggal 20 April 2004
Nanda sayang.... pohon di depan rumah ibu sama dengan usiamu. Dulu, plasenta dan tali pusar kita ditanam di dekat akarnya satu hari setelah kamu lahir. Ibu senang pohon flamboyan itu kalau sedang berbunga. Seperti nanda sedang bercerita di depan ibu dengan mata yang sangat ekpresif. Ingin sekali ibu mengatakan sesuatu, pahlawan yang keluar dari rahim ibu telah mulai berkarya dengan tulisannya. Tapi ibu sedih sewaktu nanda mengatakan untuk mendapatkan kasih sayang orang lain kita harus berkarya sebanyak-banyaknya. Apakah memang benar begitu? Karya dihasilkan karena memang datang dari dirimu. Dia akan terbit dari fikiran dan hati yang jernih. Mengalir tanpa batas. Keterpaksaan akan menghentikannya. Dari ibu.
Kali ini nanda menangis. Dia ingin menangis sepuas-puasnya. Nanda sangat menikmati tangisan. Baginya, airmata seperti sebuah saputangan. Mengelap hatinya menjadi bersih. Tetapi tangisan juga membuatnya akrab dengan Sang Maha Kekasih. Sehingga sering dia menganggap airmata memang diciptakan untuk media kelembutan hati. Nanda suka dengan catatan kecil dan surat dari ibu. Keletihan hati seperti terjawab. Dan selalu saja surat ibu membuat jiwanya hidup dan bermakna. Bahkan flamboyanpun bagi ibu dapat berbicara. Seakan-akan dia sudah memperkirakan, keluarganya tidak akan utuh, ibu membiarkan akar flamboyan bersatu dengan plasenta dan tali pusar nanda. Nanda tersenyum, membayangkan bunga flamboyan berwarna oren bagi ibu seperti nanda. Mata yang ekspresif. Lirih nanda berkata, ’ibu....’
Surat ibu, tanggal 20 Agustus 2004
Nanda.....tadi ibu menyaksikan film kartun ’chicken little’. Jangan heran. Tidak sengaja sewaktu memilih siaran. Kalau bisa nanda nonton juga ya nak. Ada ’sesuatu’ disana. Juga kalau bisa nanda juga nonton film ’The Last Samurai’. Perhatikan baik-baik dialognya. Ibu selalu ingat Nanda setiap melihat percakapan yang sarat makna. Nanda kan suka puisi, jadi ibu memahami jiwamu yang sering berkelana. Nanda sering menyebutnya ’spiritual journey’ dalam surat-surat Nanda. Ibu juga jadi ikut rajin menyimak ’dialog bermakna’ yang penuh filosofis itu. Lama-lama ibu makin memahami jiwamu. Walau kita tidak bertumbuh bersama saat nanda berproses menjadi manusia dewasa. Tetapi ibu ingin ikut bersama dalam proses nanda bertumbuh saat ini. Proses bertumbuh yang Nanda sebut dengan ber ’metamorfosis’. Ibu juga ingin kita sama-sama bermetamorfosis. Walau usia kita terpaut jauh. Bukankah Nanda mengatakan Sang Maha Kekasih akan melihat kita pada akhir usianya seperti apa. Bukan pada awalnya. Kata-kata Nanda membuat ibu bersemangat. Terimakasih nak...bahagianya ibu memiliki seorang pahlawan yang tak lelah membuka mata hati ibu....
Nanda sebenarnya tidak tahu pasti apakah nanda yang membuka mata hati ibu atau malah sebaliknya. Karena setiap menerima surat ibu, Nanda merasa diingatkan kembali. Mungkin masalah ’siapa’nya tidak penting. Bukankah hati manusia sangat dinamis, sehingga perlu ada kata ’saling’. Kadang kata-kata ibu justru seperti ingin memberi semangat sewaktu Nanda sedang lara. Nanda malah sering lelah dan nyaris melupakan dia pernah berkata bijak dan penuh kearifan pada ibu. Mungkin ibu menangkap rasa letih itu pada kata-kata dalam surat Nanda. Kemudian ibu membuka surat yang pernah ditulis dengan penuh bersemangat, agar Nanda ingat bahwa Nanda pernah demikian arif sehingga membuat ibu terkagum-kagum. Mungkin juga ibu menganggap fase bersemangat memang sedang dalam giliran perasaan Nanda, sebagaimana juga fase lara. Tetapi sepertinya ibu lebih suka Nanda bersemangat. Karena sering, setiap Nanda bersemangat selalu ada karya yang muncul. Ada aura positif. Memberikan lingkaran pengaruh pada orang lain. Banyak terjadi perubahan.
Sebagaimana saran ibu, Nanda berusaha mencari CD Chicken Little. Menikmati di waktu luang. ‘Today is a New Day’ kata chicken litle. Nanda sampai menonton dua kali. Malahan setiap perasaannya sedang dalam kondisi terendah, dia kembali termotivasi. Ibu sekarang lebih jeli melihat hal-hal yang dapat membuat Nanda bersemangat. Kenapa ibu tahu? Bukankah kami tidak pernah tumbuh bersama? Tetapi Nanda semakin memahami, akhir-akhir ini ibu memang banyak menikmati tulisan Nanda. Dalam satu bulan Nanda pernah menulis sangat banyak. Sebetulnya kebiasaan Nanda adalah menulis pada buku harian yang telah menemaninya sejak Sekolah Dasar. Tetapi Nanda memutuskan untuk mengirimkan juga pada ibu tulisan-tulisannya pada Diary. Pertama karena ingin memperbaiki kepingan kenangan yang selama ini kosong. Seperti sebuah puzzle yang tak utuh. Karena dia selalu menepis kenangan yang tidak enak. Tetapi Nanda ingin berani menghadapi perasaan yang paling sakit sekalipun. Mungkin jika ibu mengenal Nanda, Nanda telah berbuat sesuatu pada ibu. Sebuah pencerahan. Kedua, Nanda ingin melakukan sesuatu yang bernilai pada Sang Maha Kekasih. Begitulah komitmen Nanda. Nanda ingat kata-kata bijak bahwa ’puncak cinta seseorang pada yang dicintainya adalah mencintai apa yang dicintai oleh kekasihnya’. Nanda tau bahwa seorang ibu harus dihormati. Demikian perintah Sang Maha Kekasih. Sewaktu Nanda masih mahasiswa, sering ia marah, ’Wahai Maha Kekasih, ibu yang bagaimana yang harus aku perlakukan dengan baik? Apakah ibu yang tak memiliki rasa rindu, tak pernah khawatir dan membiarkan aku seperti rumput liar?’ Tapi kebencian tak memberikan jawaban. Nanda akhirnya mengajak bersahabat saja rasa marah itu. Dia tidak lagi memvonis siapapun. Tidak juga ayahnya. Buat apa? Menghabiskan energi karya. Padahal kalau dia menulis, atau memberikan training, rasa marah itu bisa menjadi tenaga 4 jam terus menerus memberikan materi dengan penuh warna. Mengerahkan emosi yang terbaik sehingga pendengar terkesima. Memindahkan energi motivasi dan harapan. Sejak dia bisa mengalahkan kebencian, akhirnya Nanda semakin bisa bersahabat dengan ibu. Nanda merasa hidupnya lebih tenang. Apalagi ibu memutuskan untuk ikut bermetamorfosis bersama Nanda. Malahan ibu lebih konsisten dan arif. Mungkin karena ibu sudah kenyang dengan pengalaman. Mungkin juga karena telah dimatangkan usia, ibu sudah bersatu dengan masalah-masalahnya. Sebagaimana bersatunya sel darah merah dengan oksigen.
Surat ibu, 20
Desember 2006
Nanda sayang, kemarin ibu bertemu dengan seorang wanita. Dia seusia ibu. Dia mengatakan sangat kesepian di usia senja. Malahan tulang-tulangnya mulai sakit. Terutama sewaktu bangun tidur. Dia juga mengeluh masalah anak-anak yang jarang mengunjunginya. Kasian ya Nanda. Ibu jadi ingat surat Nanda, bahwa setiap orang diberi oleh Sang Maha Kekasih persoalan-persoalan untuk mematangkan jiwa. Persoalan hanyalah ‘tools’ atau alat untuk menjelma menjadi sesuatu yang baru. Mau jadi kupu-kupu yang cantik berwarna-warni atau menjadi ulat selamanya karena tidak suka dengan lorong yang sempit pada kepompong. Ibu suka dengan perumpamaan itu. Ibu juga suka, sewaktu Nanda mengatakan Nanda mengimpikan semua wanita di dunia ini bisa bahagia dalam persoalannya. Berapapun usia wanita tersebut. Dalam surat Nanda setahun yang lalu, Nanda mengatakan’ Wanita adalah guru dunia, jika kita baik, baik pulalah keluarga kita. Di atas fondasi itulah dibangun perbaikan bangsa secara menyeluruh.’
Apa ya yang sedang ibu lakukan. Nanda mencoba bertanya dalam hati. Tidak lama kemudian Nanda perlahan berjalan menuju jembatan. Saat ini Nanda sedang berada di Venecia. Menyaksikan burung merpati yang beterbangan. Menyaksikan laut yang terhampar. Dia telah sampai di cafe luas terbuka, menikmati suara piano dan biola. Subhanallah, indahnya. Nanda memesan minuman kopi panas, menghirup perlahan. Dia sangat suka mengabadikan peristiwa ini dengan sebuah tulisan. Dengan cepat Nanda menuliskan perasaannya pada Diary tercinta, mencoba menyelesaikan novel fiksi ilmiah yang ditulisnya. Nanda sudah hampir 4 jam berada di sana. Dia berjalan perlahan menyusuri jalan-jalan kota di atas air. Nanda melihat kaca berwarna yang diukir dengan cantik. Dia membeli kaca berbentuk pohon flamboyan, berbunga oren. ’Pasti ibu suka’, fikir Nanda. Kepergian Nanda kali ini untuk bertemu dengan
Selasa, 03 Februari 2009
Mohon Maaf…ada yang bisa saya bantu?
Posted by susi at Selasa, Februari 03, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar