BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Selasa, 03 Februari 2009

Pamer Tubuh

Kita semua berputar dalam suatu siklus
Selanjutnya baik yang berharta maupun yang papa kembali ke lubang yang bagian dalamnya beronggga sedang bagian atasnya dilapisi papan yang kokoh

Dalam ilmu psikiatri, ada salah satu kelainan manusia yang suka mempertontonkan bagian tubuhnya. Exhibition. Ekstrimnya, sampai memperlihatkan-maaf- kemaluannya. Dia terpuaskan jika ada orang lain yang menonton bagian tubuhnya. Dalam beberapa majalah yang ingin mengesankan ekslusif dan moderen, model-model majalah tentu tidak memiliki kelainan secara psikologis. Semata-mata, karena menjalani profesi. Mencari nafkah. Dengan pose yang diatur sedemikian rupa, sampai tubuh terkesan berminyak, dan mimik muka yang mengundang untuk dijamah. Kita tidak akan membuat ‘judgement’ atau menghakimi bahwa kita lebih mulia daripada penerbit dan para model tersebut. Apalagi membuat statement bahwa mereka pasti masuk neraka. Karena itu urusan yang akan mengadili. Tetapi sebagai sesama penghuni planet bumi, yang hak dan kewajibannya juga sama tentu kita punya hak untuk bersuara. Setiap buah dari satu perbuatan akan memberikan dampak perbuatan pada manusia yang ada di sekelilingnya.

Walaupun kebutuhan perut tak mengenal kompromi, terutama jika merasa sangat lapar. Tetapi karena manusia memang bergerak dengan jasad, ruh dan fikiran. Bukan dengan instink. Maka tentu manusia memiliki ‘value’, nilai. Kebanggaan pada bentuk tubuh atau mengandalkan jasad sebagai sumber mencari nafkah, tentu bukan terbatas pada bentuk fisik. Sebagai dokter saya kerap melihat fisik menjadi tidak bermakna setelah dia mati. Kemudian karena kebutuhan keilmuan, badan tadi harus dipotong-potong untuk dipelajari. Ternyata jasad hanyalah kumpulan milyaran sel yang berbeda-beda pada setiap lapisan dan organ tubuh.

Kepuasan memamerkan bagian tubuh, bukanlah hanya sekedar menunjukkan kumpulan sel. Ada kata erotisme. Untuk meneruskan zuriyat, keturunan. Ada hasrat untuk pemenuhan kebutuhan yang sudah merupakan anugerah. Tapi, oleh oknum hasrat tadi dieksploitir sedemikian rupa dengan dalih seni. Perempuan, yang semestinya terhormat dan punya ‘value’ menjadi seonggok daging untuk direnungi lama-lama dan menjadikan laki-laki mengangankan adegan rahasia.

Teriakan keras seluruh penduduk yang muak dan jengah tidak mungkin tidak terdengar oleh para oknum tadi. Kita atasi dengan undang-undang, Alhamdulillah. Undang-undang lah harapan kita bahwa kegiatan mengeksploitir tubuh perempuan bisa dihentikan. Masih banyak sebenarnya faktor-faktor lain, biarlah mereka menanyakan pada suara hatinya.Wallahu’alam

0 comments: