Cinta itu luas; jika kamu mencintai
seseorang, kamu mencintai segala hal, bukan
saja keindahan mereka.
Beberapa hari sebelum anak saya menjalani sertifikasi atau tes menghafal juz 30 di SD AlIttihad, ada workshop di Puncak yang harus diikuti. Walaupun hari itu sangat penting bagi anak SD usia 8 tahun, saya mengharapkan pengertiannya agar ditemani ayahnya saja selama tes berlangsung. Alhamdulillah, masih ada kesempatan melihat dia wisuda hafal juz 30 itu dan melihatnya menari zapin pada acara tahunan sekolah. Bersikap adil membagi waktu bagi orangtua yang bekerja memang sering menjadi dilema bagi orangtua bekerja. Apalagi dalam adat orang timur, tugas utama menangani anak-anak ini lebih banyak peran seorang ibu. Tetapi jujur saja, bagaimanapun saya berusaha adil memberikan hak anak-anak dan keluarga, seringkali saya berada dalam pilihan memilih acara ‘anak-anak’ atau acara ‘karir saya’. Selalu saja yang menang adalah ‘karir saya’, karena merasa kesempatan bersama mereka masih banyak waktu, sementara peluang acara ‘karir saya’ hanya datang sekali-sekali. Tetapi beberapa kali saya sering menyesal tidak mengikuti suara hati untuk tetap bersama mereka dan membiarkan acara ‘karir saya’ itu dibuang ke laut. Apalagi setiap saya menanyakan ‘apa yang paling membuat mereka bahagia’. Jawabannya masih belum berubah ‘kalau bersama ibu dan kalau ibu tidak bekerja’ . Seperti jawaban 2 tahun yang lalu.
Membaca buku Elisabeth Guthrie, M.D, seorang psikolog klinis di RS Anak Blythedale, New York yang berjudul Anak Sempurna atau Anak Bahagia, akan membuat kita sadar. Ada orangtua yang mulai Senin sampai Sabtu mengatur setiap menit hidup anaknya dengan kursus-kursus, dan menuntut prestasi tinggi di sekolah. Orangtua mengalami kesulitan menterjemahkan antara bahagia dengan kesuksesan, dan merasakan tanggungjawab yang luar biasa besar untuk membekali anak mereka dengan segala hal yang diperlukan agar berhasil. Salah terjemah ini terwujud dalam perilaku orangtua yang selalu menuntut kesempurnaan pribadi anak-anaknya dalam emosional, psikologis, fisik dan prestasi di sekolah. Anda bisa mencoba berbicara dengan orangtua yang anaknya terpilih di kelas akselerasi. Kebanggaan mereka sulit terbendung sewaktu menceritakan bagaimana anaknya dapat menyelesaikan SD dalam 5 tahun atau SMA dalam 2 tahun. Apalagi telah diterima di Perguruan Tinggi favorit. Biasanya kita akan menanyakan, bagaimana kiat-kiat mendidik anak yang masuk kelas akselerasi itu. Kita mulai berpikir apa yang diperlukan untuk meningkatkan anak kita ke posisi top seperti itu dan mulai merasakan tekanan untuk meningkatkan anak kita menjadi manusia sempurna.
Terimalah kenyataan bahwa anak-anak kita, bukanlah yang terbaik, tercantik, terhebat, paling sempurna, dan paling membuat iri manusia sejagad raya. Untuk kebanyakan orangtua, kekurangan anak kita ini merupakan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang. Hal yang utama adalah penerimaan dan kasih sayang seperti judul lagu “I love you just the way you are”. Bagaimana kalau kita berdialog ‘apa yang paling membuat mereka bahagia’. Kemudian kita rajut hari-hari bersama mereka, membuat mereka merasa sangat penting, mengikuti perkembangannya sesuai potensi yang ada dalam dirinya seperti air mengalir.
Selasa, 03 Februari 2009
Bahagiakah Anak Kita?
Posted by susi at Selasa, Februari 03, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar