Akhirnya kesibukan tak memungkinkan cerita detail perjalanan disepanjang anatolia. Pertama sibuk, kedua, aku juga sedang membaca sejarah yang lebih detail tentang konstantinopel dan peperangan Khalid bin Walid, Umar bin Abdul Aziz, Shalahudin al ayubi dan Muhammad Al Fatih, kesan secara umum, sangat tidak baik Barat menutupi kepahlawanan orang-orang yang spektakuler seperti itu. Al hasil, aku mulai hunting buku sejarah Islam. Tapi kalau browsing ke internet kurang literatur, akhirnya pergi ke toko buku tua di Bandung dan Jakarta,
Tetap saja kurang memuaskan. Karen Armstrong memang ada mengarang Perang Salib, tapi tetap saja berbeda. Ya..aku putuskan melahap semua buku sejarah itu dengan sungguh-sungguh. Hasilnya, sel-sel sarafku yang dokter ini mulai paham dengan pola Rasulullah menyebarkan agama Islam. Bagaimana pola itu diikuti oleh sahabat, 4 khalifah sesudahnya, dan tiga pahlawan di atas. Kalau mau menang ikut pola Rasulullah, Insya Allah menang. Tapi kalau ikut pola hedonis, pasti gagal. Aku mulai paham juga karena sedang mengikuti pengajian tafsir Al Anfal di kampus, untuk menstrukturkan pola-pola pemikiran bagaimana ber Islam itu sebenarnya.
Akhirnya sampailah pada kesimpulan, kegagalan kita, karena memang tidak mau mengikuti pola, tapi selalu mengikuti kemauan yang tanpa dasar dan kepentingan.
Sebenarnya, selama kemenangan demi kemenangan yang diperoleh pada zaman kejayaan Islam, bukannya tanpa tantangan. Kalau membaca detail peperangan demi peperangan itu justru seperti tidak mungkin memenangkan perang. Mungkin keadaan seperti saat ini. Kita ditekan dari berbagai sudut, tapi dulu juga begitu. Terlalu kuat. apa yang membuat menang? Kita mau berkata benar, menganggap berlian sama saja dengan debu. Berorientasi besar. Bekerja sangat profesional. Dimulai dari individu, keluarga, komunitas. Tidak tergeming dengan apapun kecuali perjuangan itu sendiri.Berat bukan. Dan pekerjaan besar ini adalah pekerjaan jamaah. Bukan kerja individu. Sayangnya, kita semua bekerja sendiri-sendiri, tujuan dipersempit oleh urusan pribadi yang tak ada habis-habisnya.
kalau yang paling ideal seperti apa, aku bisa katakan pemerintahan Umar bin Abdul Aziz. Filosofi kinerjanya perlu dipelajari teman-teman yang berniat menjadi pemimpin. Sayangnya, kebanyakan yang mau berfikir serius adalah teman-teman dengan latar belakang ekonomi yang berat.Jadi setiap dapat kedudukan selalu kebablasan sikapnya. Ini tidak pernah terjadi dalam sejarah. Dengan pimpinan yang memiliki komitmen untuk jujur dan sederhana serta kerja keras tidak bisa tidak yang dibawah akan mengikuti.Tapi figur itu nyaris tidak ada.
Aku yang sangat awam, tidak bisa berbahasa aRAB, DAN MENGANDALKAN kemauan untuk mempelajari ini semua, menyadari penuh kalau bekerja jamaah akan sangat sulit kalau tidak ada pembinaan ketat individu2 tadi.Siap ditegur, siap dimarahi. Tapi pada kenyataannya, ada hal yang lucu, pimpinan begitu rentan dengan kedudukan, fasilitas, tidak malu naik mobil mewah yang kesemuanya bagi profesional yang baru intens belajar akhir-akhir ini malah membuat kami semua tak ada figur. Rasulullah jauuuh sekali, perlu ada penterjemah perilaku dan contoh konkrit depan mata. Walau tak mungkin seideal itu, minimal membuat kami percaya. Hal yang sederhana saja, kalau amal harian yang bagus semestinya didukung dengan kinerja di kantor yang bagus. Kalau amal harian yang bagus semestinya didukung oleh ketidak tertarikan dengan kedudukan. Tidak bisa hanya bicara, tapi kami menyaksikannya. Kenyataannya, figur-figur tadi begitu mudah ditebak dan berprilaku sangat norak. Makan harus di resto bagus, kalau anaknya diopname harus yang VIP.Betul-betul kampungan.Pejuang saat ini apakah harus ada di luar pagar atau semestinya ada di dalam pagar dan tersibghoh oleh semua kebatilan orang yang ada di dalam pagar. Contoh sederhana, sampai kapanpun, saat ini hanya orang yang tak berotak yg memkai mobil mewah ditengah kemiskinan. Sebaiknya ada komitmen untuk semua pakai kijang saja. Yang penting bisa mengantarkan dari satu tempat ke tempat yang lain. tapi mereka diaaam saja, malah menikmati semua fasilitas tersebut tanpa rasa malu. Sehingga saat ini tidak lagi bisa membedakan siapa yang akan memperbaiki siapa. Kita juga sangat tidak setuju dengan keputusan gegabah untuk sangat reaktif dan istilah mereka 'radikal'. Bukan itu yang kita mau. Tapi profesional, akidah yang bersih, ibadah yang benar, bekerja keras dan prinsip-prinsip lain yang mendukung percepatan kebaikan bangsa ini, Islam sebagai rakhmat bagi alam.Bukannya memanfaatkan fasilitas, sampai pergi umrah pun ingin jadi tamu negara Raja Abdullah. Diizinkan masuk ka'bah. Apakah itu esensi perjuangan?
Mungkin teman-teman profesional jadi memilih ke jalur netral. Walaupun ternyata di dalamnya penuh rekayasa, tapi minimal tidak mengatas namakan agama. Kalau gue pengen, bilang pengen. Kalau gue rakus, bilang rakus. Jelas. Saya bandit. Saya Penjahat. Saya bukan bandit tapi saya bandit. Saya sholeh tapi saya bandit. Bingung.Menambah muak dan buruk saja orang memandang Islam oleh kelakuan segelintir oknum. Nilai Islamnya tak pernah berubah dan sudah disempurnakan. tapi oknum-oknum tadi yang membuat semakin runyam. Lalu mau kemana kami bergabung? kami suka kerja keras, kami suka dengan ilmu, banyak membaca, sering bepergian, mampu secara materi, mampu mengelola lembaga yg kami miliki, tahan dengan tantangan, banyak menolong membuka pikiran orang tidak mampu, menyekolahkan mereka, mau berkorban, membuka lapangan kerja, membayar kewajiban pajak dsb dsb, walau tidak bisa berbahasa Arab, tapi kami belajar tafsir 4 kali seminggu, pengajian tematik al Quran 1 kali seminggu, pengajian mingguan sekali seminggu, membaca buku, melakukan perjalanan ke situs Al Quran, berikut amalan harian yang diusahakan komitmen dan hal2 yg tak perlu diuraikan karena akan menjadi ria. Begitulah yang sebagian besar profesional rasakan saat ini. Malah teman-teman dokter saya banyak bergabung dengan tarekat, karena hal-hal tersebut. Saat ini, saya hanya ingin semua pola yang dicontohkan Rasulullah dapat saya jalani. Setelah kewajiban individu diselesaikan dan terus berproses, akan dilanjutkan untuk kewajiban sosial dalam sistem berjamaah. tapi mau kemana? Dengan siapa?
Kita tidak mungkin mengarang pola dengan hidup egois menyendiri, tidak seperti itu yang dicontohkan Rasulullah, tapi beliau yang sangat penyayang, lembut juga tak menyukai kekerasan yang membabi buta tanpa dasar. Pola mana sekarang, kemana sekarang...begitulah sekelumit hasil diskusi dengan teman-teman yang berada di ujung jalan. Sementara usia terus bertambah tua...akhirnya, kami disibuki dengan mengelola lembaga kami yang memang mengurus masyarakat ribuan orang...hanya itu yang bisa kami lakukan sebagai bentuk bakti kami pada Allah SWT...semoga diberi jalan dan kemudahan ya Allah agar kami dapat menjalani hidup ini sesuai dengan yang Engkau maksud. mengikuti apa yang Rasulullah contohkan, karena kehinaan kami, kami ingin terus diberi ilmu dan kepahaman...sungguh biarkan cita-cita kami utuk bertemu dengan Mu
Sabtu, 31 Oktober 2009
mau jamaah yang mana, mau organisasi apa
Posted by susi at Sabtu, Oktober 31, 2009 0 comments
Senin, 26 Oktober 2009
Langganan:
Postingan (Atom)