Telah lama aku berjalan
Memahami bahwa jalan yang ditentukan olehNya memang nyata
Menikmati kesendirian
Benar-benar sendiri
Benar-benar tak ada tempat untuk mengatakan
Bahwa hati ini kadang ingin bersandar
Raga ini ingin berada dalam sarang yg nyaman dalam dekapan
Itu dulu, kala jemari masih kecil-kecil, kala langkah-langkah juga kecil
Saat bola mata selalu memancarkan keheranan, kenapa ‘isi’ rumahku berbeda dengan rumah mereka?
Saat hati selalu bertanya, tapi tak ada yang menjawab
Saat terlalu banyak masalah tetapi diatasi sendirian
Saat ingin berdialog, tapi hanya ada jiwa, aku dan saya
Tapi percayalah...kata aku kepada saya
Kalau engkau sedih, aku akan mendekap
Kalau engkau lara, saya akan menghibur
Kalau engkau ingin bercanda, aku dan saya akan bercanda
Kalau engkau ingin bertukar pendapat, aku akan antar ke perpustakaan
Kalau engkau ingin cinta, saya akan membacakan puisi
Kalau engkau ingin tidur, saya akan mendongeng
Begitulah cara hati ini bercengkrama dengan sang pemilik jiwa
Sunyi, tapi bahagia.
Waktu dewasa, semakin terasa betapa beruntungnya jiwa memiliki aku, saya, dan perpustakaan
Betapa beruntungnya dialog yang berlaku itu dibicarakan dalam buku merah yang bernama diary
Seluruh tokoh di buku yang dibaca sang jiwa telah menjadi ‘isi’ rumahnya. Mereka begitu ramai, berebut ingin bercerita, bercanda, bercengkrama, memenuhi seluruh ruang hati.
Siapa yang bisa menduga, seluruh tokoh di buku telah menjadi ibu penuh cinta yang membangun karakter dan membentuk jiwa.
Kamis, 10 September 2009
Buku yang berubah menjadi ibu
Posted by susi at Kamis, September 10, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar